Manusia dan Keadilan
Pemgertian dan Makna
Setiap kehidupan manusia dalam
melakukan aktivitas nya pasti pernah mengalami perlakuan yang tidak adil.
Jarang sekali kita mengalami perlakuan yg adil dari setiap aktivitas yang kita
lakukan. Dimana setiap diri manusia pasti terdapat suatu dorongan atau
keinginan untuk berbuat jujur namun terkadang untuk melakukan kejujuran itu
sangatlah sulit dan banyak kendala nya yang harus di hadapi, seperti keadaan
atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.
Dampak positif dari keadilan itu
sendiri dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi, karena ketika
seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba
untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya sendiri. Dan
dengan cara itulah yang dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi
seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apapun hingga bahkan
membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.
Arti dari keadilan itu sendiri
adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori nya, keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang sangat besar. John Rawls, filsuf Amerika
Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20,
menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi
sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”. Tapi, menurut
kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai. “Kita tidak hidup di dunia
yang adil”. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan
dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang
menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan
memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan
realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas.
keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Menurut pendapat yang lebih umum
dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara
hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan
kewajibannya. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang
memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang
sama dari kekayaan bersama.
Contoh keadilan
Imam
al-Ghazali menulis kisah inspiratif di kitab Nashihatul Muluk (Nasehat
untuk Para Pengusa) :
“Dikisahkan
di masa Raja Anusyarwan, ada dua orang bersepakat bertransaksi jual beli atas
sebidang tanah. Si A yang membeli tanah tersebut dari Si B menemukan di bawah
tanah yang dibelinya sebuah harta karun. Si A tidak berkenan memiliki harta
karun tersebut karena ia hanya membeli tanah. Lalu ia menyampaikan kepada si B.
Si B juga tidak ingin memiliki harta karun itu, karena ia marasa ia sudah
menjual tanah itu kepada si A beserta apa yang dikandung tanah tersebut. Mereka
kemudian sepakat mengadukan masalah tersebut kepada sang raja. Diliputi
perasaan gembira sang raja kemudian memanggil mereka :
“Apakah
kalian punya anak?” tanya sang raja.
Si
A menjawab : “Saya piunya anak laki-laki”; si B: “ saya punya anak perempuan”.
“Saya
senang,” kata sang raja, “kalau seandainya di antara kalian berdua ada ikatan
kekerabatan dan tali siltaturrahim. Coba kalian nikahkan masing-masing putra
dan putri kalian itu, dan dananya dari harta karun itu. Kalau masih ada sisa,
sisihkan pula harta karun itu sebagai bekal bagi kedua mempelai dalam menempuh
kehidupan perkawinan yang lebih direstui oleh kalian berdua.”
Mereka
kemudian sepakat atas apa yang dinasehatkan oleh sang raja itu. (cerita diambil
lengkap dari buku Ahmad Baso, Pesantren Studies: Khittah Republik Kaum
Santri dan Masa Depan Ilmu Politik Nusantara, hal. 353-354)
Apa
yang bisa kita pelajari dari kisah inspiratif di atas?
Pertama, orang
yang berperkara ke pengadilan bukan sekedar menuntut hak. Bukan sekedar saling
klaim kebenaran, sesuai nafsu dan egonya masing-masing. Tetapi berperkara juga
perlu dihiasi kejujuran dan keadilan.
Kedua, kejujuran
dua orang yang berperkara di atas bukan bersifat personal, karena “kebetulan”
mereka jujur, misalnya. Saya pikir bukan begitu. Tapi kejujuran mereka hasil
dari pelembagaan kejujuran yang diinstitusionalisasikan oleh penguasa ke dalam
Negara (dalam hal ini raja), sehingga juga memberi pengaruh besar bagi
kejujuran rakyatnya. Jika kekuasaan dan penguasanya jujur,rakyatnya akan jujur.
Demikian sebaliknya. Jadi kejujuran dua orang itu sistemik, bukan sekedar
personal.
Ketiga, kejujuran
dalam menjalankan kekuasaan beriringan dengan keadilan kekuasaan. Penguasa
(dalam konteks Negara modern, lembaga hukum) yang adil akan menjadi tumpuan
rakyatnya menyelesaikan masalah-masalahnya. Karena rakyat mempercayainya. Dua
orang itu menghadap raja karena mereka yakin raja akan menyelesaikan masalah
mereka secara adil.
Kepercayaan
(trust) itu tidak hadir tiba-tiba. Kepercayaan bukan sekedar diumbar
oleh seringai bibir, omongan berbusa, dan retorika indah sekalipun. Kepercayaan
akan tumbuh jika antara laku dan kata seusai. Antara ucapan dan tindakan
selaras. Jika hanya pandai berlilat lidah? Kepercayaan itu akan menguap.
Kisah
langka di atas menjadi relevan ketika dihubungkan dengan bejibun masalah hukum
di negeri kita. Penegak hukum memble, orang yang berperkara saling
mengabisi, antar-pengacara saling kutip teks-teks harfiah pasal-pasal dalam UU
yang sudah dikuliti substansi keadilannya, dan pengadilan seperti sulap. Semua
merasa benar atas nama hukum. Karena yang kita cari sekarang hanya MENANG,
bukan KEJUJURAN dan KEADILAN. Dua nilai yang terkahir sudah beku, dipetieskan
di bawah meja kekuasaan.
Ya,
hukum hanya menjadi milik orang yang berkuasa
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2013/05/19/inilah-contoh-pencari-keadilan-yang-langka-561382.html
Keadilan Sosial di Indonesia
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang
paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.
Aristoteles telah menulis secara luas tentang keadilan. Ia menyatakan bahwa
keadilan adalah kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Lebih
lanjut, Aristoteles dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam
dua macam yaitu keadilan distributif (justitia distributiva) sebagai
keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau
pembagian menurut haknya masing-masing, serta keadilan komulatif (justitia
cummulativa) sebagai keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota
tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan komulatif ini didasarkan pada
transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau pun tidak.
Selain Aristoteles, Thomas Aquinas juga telah
menjabarkan keadilan dengan membedakannya dalam dua kelompok yaitu keadilan
umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis).
Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus
ditunaikan demi kepentingan umum, sedangkan keadilan khusus adalah keadilan
atas dasar kesamaan atau proporsional. Keadilan khusus kemudian dijabarkan
dalam tiga bentuk, yaitu:
- Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum;
- Keadilan komutatif (justitia commutativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
- Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang akan dianggap adil apabila dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
Ibnu Taymiyyah
juga memberikan pandangan tentang keadilan, bahwa keadilan adalah memberikan
sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus
diperolehnya tanpa diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah
satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana
yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan.
Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi
berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, maupun masyarakat.
Keadilan ini tidak hanya menjadi harapan setiap insan/manusia, akan tetapi
kitab suci umat Islam (Al Quran) menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah
samawi.
Keadilan
merupakan masalah penting dan mendesak untuk dipahami dalam kehidupan manusia,
baik dalam lingkup bermasyarakat, bernegara, maupun hubungan internasional.
Ungkapan ini telah lama disuarakan oleh John Rawls yang dipandang sebagai teori
keadilan paling komprehensif hingga kini. Teori Rawls sendiri berangkat dari
pemahaman/pemikiran utilitarianisme, sehingga banyak mempengaruhi pemikiran
Jeremy Bentham, J.S. Mill, dan Hume yang dikenal sebagai tokoh-tokoh
utilitarinisme. Sekalipun, John Rawls sendiri lebih sering dimasukkan dalam
kelompok penganut Realisme Hukum.
Begitu
pentingnya nilai keadilan dalam masyarakat menuntut agar nilai-nilai tersebut
dapat diwujudkan serta hidup terutama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam ukuran negara. masing-masing memiliki teori keadilannya
sendiri yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak
terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila
sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi
sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa
di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara menunjukkan
hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Konsekuensi Pancasila sebagai
ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat
bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan
tersebut adalah kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan
pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of goverment) dan
kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan (the
form of institutions and procedures).
Pancasila
merupakan dasar negara dan landasan ideologi Indonesia. Dalam penerapan
keadilan di Indonesia, Pancasila sangat berperan penting sebagai dasar keadilan
sebagaimana disebutkan pada sila ke-2 dan sila ke-5. Sila ke-2 yang berbunyi
“kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung delapan makna, yaitu:
- Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
- Saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap tenggang rasa.
- Tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ke-5 yaitu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung sebelas makna, yaitu:
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
- Bersikap adil.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak-hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
- Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak bergaya hidup mewah.
- Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Menghargai hasil karya orang lain.
- Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan MPR
No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila yang kemudian
dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 butir-butir dari prinsip
keadilan juga telah diungkapkan secara jelas, termasuk yang dikemukakan oleh
John Rawls. Selanjutnya, pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara tegas
juga disebutkan komitmen bangsa Indonesia tehadao keadilan. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka dapat dikatakan keadilan menurut bangsa Indonesia adalah
“Keadilan Sosial”.
Menurut
Notohamidjojo, keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam
masyarakat. Masing-masing harus diberi kesempatan menurut menselijke
waardigheid (kepatutan kemanusiaan). Pembangunan dan pelaksanaan
pembangunan tidak hanya perlu mengandalkan dan mewujudkan keadilan, melainkan
juga kepatutan. Istilah kepatutan kemanusiaan dapat pula disebut dengan
kepatutan yang wajar atau proporsional.
Keadilan sangat
berkaitan erat dengan hak. Hanya saja dalam teorisi keadilan bangsa Indonesia,
hak tidak dapat dipisahkan dengan pasangan anatominya yaitu kewajiban. Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab dengan tegas mengamanatkan keserasian antara
hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Keadilan hanya akan
tegak dalam masyarakat yang beradab atau sebaliknya dan hanya masyarakat
beradab yang dapat menghargai keadilan.
Keserasian hak
dan kewajiban menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk berdimensi monodualistis
yaitu sebagai makhluk individual dan makhluk sosial (kolektif). Pengertian adil
bagi bangsa Indonesia pun tidak serta merta mengarah kepada suatu maksimum
penggunaan barang bagi suatu komunitas (average utility, dihitung per kapita)
menurut utilitarianisme atau ke arah suatu maksimum penggunaan barang secara
merata dengan tetap memperhatikan kepribadian tiap-tiap orang menurut teori
keadilan dari John Rawls. Sesuai dengan keseimbangan hak dan kewajiban, maka
keadilan dengan demikian menuntut keserasian antara nilai spiritualisme dan
materialisme, individualisme dan kolektivisme, pragmatisme dan voluntarisme,
acsetisisme dan hedonisme, empirisme dan intuisionisme, rasionalisme dan
romantisme.
Pengertian
keadilan sosial jauh lebih luas dibandingkan keadilan hukum. Keadilan sosial
bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan
perundang-undangan atau hukum, namun berbicara lebih luas tentang hak warga
negara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan
dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat.
Dalam teori ini, terkandung makna bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk
melayani kebutuhan seluruh rakyat dan pemerintah yang tidak memenuhi kesejahteraan
warga negaranya adalah pemerintah yang tidak berlaku adil.
Keadilan sosial
berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik
materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi
orang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para
pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata lain seluruh rakyat
Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun bagi
Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain.
Dalam konteks
pembangunan Indonesia, keadilan inipun tidak bersifat sektoral, tetapi meliputi
semua lapangan, baik dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat dipenuhi tujuan nasional
yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan
makmur dalam keadilan.
5 wujud keadilan sosial yang
diperinci dalam perbuatan dan sikap
1.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut, diperinci perbuatan dan
sikap yang perlu dipupuk, yaitu : Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.
Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
3.
Sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4.
Sikap suka bekerja keras.
5.
Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
8 Jalur Pemerataan yang Merupakan Asas Keadilan Sosial
Dalam keadilan juga terdapat 8 jalur
pemerataan yang merupakan asas keadilan sosial :
- Pemerataan kebutuhan pokok baik sandang, pangan dan papan.
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja.
- Pemerataan kesempatan berpendapat.
- Pemerataan berpartisipasi dalam suatu pembangunan.
- Pemerataan kesempatan berusaha.
- Pemerataan memperoleh pendidikan.
- Pemerataan memperoleh kesehatan.
Sumber : http://adityajanata-softskill.blogspot.com/2012/06/softskill-8-jalur-pemerataan-yang_12.html
Macam – macam keadilan
Adapun macam-macam keadilan sebagai berikut :
1. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan
dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan
menjadi kesatuannya.Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (the man behind the gun).
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut
keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan
dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang
membentuk suatu masyarakat.
Dan Ketidakadilan terjadi
apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas
yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak
keserasian.
2. Keadilan Distributif
Aristotele berpendapat bahwa
keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama
dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when
equels are treated equally).
3. Kadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles
pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam
masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan
dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
4. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya
apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang
dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu
adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih
hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu
dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus
sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau
kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung
dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Sikap jujur itu perlu di
pelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang
keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman
hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti.
Pada hakekatnya jujur atau
kejujuran di landasi oleh kesadaran moral yang tinggi kesadaran pengakuan akan
adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah
kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri
berhadapan dengan hal yang baik dan buruk.
Kejujuran besangkut erat dengan
masalah hati nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya budi nurani dan filsafat
berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan
manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam
meneropong kebenaran local maupan kebenaran illahi (M.Alamsyah,1986 :83).
Nurani yang di perkembangkan dapat jadi budi nurani yang merupakan wadah yang
menyimpan keyakinan. Kejujuran ataupun ketulusan dapat di tingkatkan menjadi
sebuah keyakinan atas diri keyakinannya maka seseorang di ketahui
kepribadianya.
Dan hati nurani bertindak sesuai
dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia
akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus-menerus berfikir
atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konfik
batin, ia akan selalu mengalami ketegangan, dan sifatnya kepribadiannya yang
semestinya tunggal menjadi pecah. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara
dan sikap yang perlu di pupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang di
perbolehkan berkata tidak jujur apabila sampai batas-batas yang di tentukan.
Kecurangan identik dengan
ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik meskipuntidak
serupa benar. Kecurangan adalah apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati
nurani nya atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan
maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan tanpa adanya usaha. Yang
dimaksud dengan keuntungan adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang
berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau kenikmatan,
meskipun orang lain menderita karena nya. Kecurangan juga menyebabkan manusia
menjadi serakah, tamak ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan
agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila
masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasa nya tidak
senang bila ada orang yang melebihi kekayaannya, padahal agama apapun tidak
membenarkan orang yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan
orang lain dan lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan yang curang. Hal
semacam itu dalam istilah agama tidak akan di ridhoi oleh allah dan akan
mendapatkan dosa yang setimpal.
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga
dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan
bagi orang atau tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak
ternilai harganya.
Ada peribahasa yang berbunyi
“daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik
mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi
taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama
keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”.
Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga
nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali
berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kamu laksanakan apa
yang kamu anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik
berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik
keluarga juga.
Penjagaan nama baik sangat erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik
atau tidak baik itu adalah dari tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud
dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara
bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang,
perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
OPINI : Setiap manusia harus
adil satu dengan yang lainnya jangan hanya memikirkan egoisnya sendiri. kita
diwajibkan untuk saling membantu dan adil. Keadilan sangat di perlukan dan
dibutuhkan namun keadilan sekarang tidak berlaku lagi karena siapa yang kuat
itu yang menang. Keadilan cuma hanya formalitas yang ada di negara kita
buktinya keadilan itu sendiri bisa di beli, rakyat yang kecil selalu di tindas
dengan rasa tidak keadilan. Dimana letak dari keadilan itu kalau pemerintah
sendiri tidak pernah adil. Seharusnya mereka yang jadi pemimpin bangsa harus
adil jangan hanya pandang bulu. Rakyat kecil mengharapkan sebuah keadilan dari
negara. Siapa yang salah harus dihukum dan yang benar harus dibebaskan.
Keadilan juga harus lebih di tegakkan jangan cuma karena di beri duit jadi
keadilan yang sesungguhnya tidak seperti kenyataannya. Keadilan sangat
diharapkan dan perlu penegasan dalam melakukannya.
KEJUJURAN
Pengertian
Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan
seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan
kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu
kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan
perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan
yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati
nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Jujur jika diartikan secara baku adalah
"mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan
dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat
kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang
dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila
berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata
tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal
sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur,
menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Hakikat Kejujuran
Hakikat Kejujuran
Hakikat kejujuran itu sendiri yaitu
dilakukannya dari hati nuraninya bahwa pentingnya suatu kejujuran untuk hidup
karena jika tidak jujur merasa dirinya akan melakukan suatu kesalahan yang
membuat dirinya tidak nyaman dan kejujuran terdapat pada setiap diri
manusia dan hanya orang tersebut dan Tuhan yang tahu akan perbuatan seseorang
dapat dikatakan jujur atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar